Tidak ada gading yang tak retak, begitulah kata pepatah. Semua orang pasti punya aib. Baik pada fisik, maupun kisah hidup yang pernah dilalui. Tak terkecuali pada diri dan pasangan kita. Untuk yang satu ini, kita harus ekstra hati-hati dalam menutupnya.
Layaknya roda yang berputar, kehidupan suami isteri tak selalu di atas. Ada saatnya berada di bawah hingga terasa cinta pun menyurut.
Saat-saat seperti itu, kesal dan benci kepada pasangan seakan memenuhi dada.
Kalau sudah seperti ini, kejelekan pasangan begitu mudah keluar melalui lisan. Tersampaikan kepada teman curhat, keluarga, atau tetangga.
Ya, tabiat manusia memang demikian.
Saat hubungan kurang harmonis, seakan lupa kepada kebaikan pasangan. Begitu ringan mengumbarnya kepada orang-orang seakan dirinya adalah manusia paling sempurna yang suci dari kesalahan.
Lebih parah lagi ini, dalam hubungan pernikahan, satu sama lain pasti sangat faham terhadap kelemahan dan kekurangan masing-masing. Apabila semua itu terungkapkan kepada orang lain, apa jadinya❓
Tentu hal ini sangat mengancam pada keutuhan rumah tangga.
Kerana itu tunggu dulu, jangan terburu nafsu. Cubalah berfikir tenang supaya sesal kemudian tidak datang.
Ingatlah apabila pasangan kita punya aib, maka kita pun punya aib.
Apabila kita tahu kelemahannya, demikian pula dia faham kekurangan kita.
Seberapa kesal terhadapnya, jangan sampai membuat kita mengumbar rahsianya kepada orang ketiga. Kerana hal itu pasti akan berakibat buruk.
Terkecuali apabila kita bermaksud mencari solusi. Kita ceritakan kepada orang yang kita percaya bisa menjaga rahsia dan mampu memecahkan masalah. Untuk tujuan yang satu ini tidak mengapa kita katakan seperlunya saja, tidak berlebih- lebihan.
Suami isteri mestinya punya perasaan bahawa aib pasangan adalah aibnya juga.
Dengan demikian, dia akan merasa malu apabila aib pasangan terungkap. Kerananya, tentu dia akan berusaha untuk menutupnya dari orang lain.
Terlebih lagi bagi seorang muslim, menutup aib adalah tuntunan dalam agama. Baik aib diri maupun orang lain.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه
“Setiap umatku akan diampuni kecuali al-Mujahirin (orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan di antara orang yang terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang berbuat dosa pada malam hari, lalu pagi harinya Allah telah tutup aibnya (perbuatan dosanya) dari orang lain, namun dia mengatakan, wahai fulan tadi malam aku berbuat demikian dan demikian.
Padahal, dia telah lalui malam itu, dan Allah tutup aibnya. Namun, paginya dia singkap penutup itu.”
[Muttafaqun alaih]
Apabila aib diri sendiri saja diperintahkan untuk ditutup, maka terlebih lagi aib orang lain.
Dalam yang lain yang lain, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Shahabat Abu Hurairah juga, beliau bersabda:
“Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan tutup aibnya di dunia dan diakhirat”
Jadi, walaupun saat hubungan terasa hambar, dia tetap pasangan hidup kita. Tutupilah aibnya, maka Allah akan menutup aib kita di dunia dan akhirat.
Sumber : Majalah Tashfiyah Edisi 27 Vol.03 1434H-2013M
Mari kita wujudkan suasana nyaman dan bahagia dalam rumah kita, hingga seluruh penghuni rumah mengatakan Baitii jannatii (Rumahku Surgaku)